Kamis, 25 Desember 2014

Entahlah Ini Apa

Aku diam bukan berarti aku tak memperhatikan. Kualihkan pandangan bukan berarti karena aku tak peduli. Tak pernah menatapmu bukan berarti aku tak sayang. 
Kupendam semua, kubiarkan kamu tahu dan mengerti dengan sendirinya. Kucintai kamu dalam diamku. Karena aku tak pernah izinkan hati ini untuk memiliki hatimu sekarang, dalam ikatan yang tak semestinya. 
Biarlah kita melangkah melalui jalan masing-masing sampai kita benar-benar bersatu. Kalau pun tidak begitu, setidaknya dahulu kita pernah bersama meskipun tidak lama. Sama-sama mencinta, berharap satu sama lain akan berada dalam naungan yang sama. Meskipun pada akhirnya tidak.

Kamis, 13 Juni 2013

Exam? Who's afraid


Exam. Please, be nice.

Um, agak miris juga ya. Search di google tentang 'exam' atau ulangan, yang keluar kebanyakan cuma keluhan dan sejenisnya. Tapi, emang pada faktanya, entah hasil dari penelitian siapapun, ulangan/ujian/tes/sejenisnya itu nampaknya bikin pelajar takut aja. Takut? Takut kenapa, hayoo? Takut nilainya jelek lah, takut ga lulus, remedial dan semacamnya. Segalanya ditakutkan. Padahal, ditinjau dari kacamata pelajar budiman, exam itu berguna banget buat ngecek kemampuan kita atas segala yang udah kita pelajari di sekolah. Tapi yang paling bikin hati pelajar itu sakit adalah ketika hasil dari proses belajar kita yang lama dan bertahap hanya dinilai dari exam yang cuman beberapa hari aja. Contoh : Ujian Nasional. Nah lho miris kan. Maka dari itu sebagai pelajar yang belum budiman, ya wajar lah kalau ada kata 'ngeluh' disela-sela exam. Hehe.

Tapi, jangan membuat 'ngeluh' itu menjadi hal yang dominan di dalam hidup kita sebagai pelajar. Ayooo, kita kurangi ngeluh pas exam. Caranya? Banyak. Cuman kitanya aja kali ya yang rada males ngelakuinnya. Nih caranya :
  1. Revolusi/Evolusi belajar. Kalau bisa 'revolusi' atau berubah secara cepat, itu lebih bagus. Tapi 'evolusi' juga gapapa sih, meskipun perlahan tapi yang penting bisa berubah ke arah yang lebih baik lagi. Perlahan di sini maksudnya ya ga lambat-lambat amat, kalau terlalu lambat kapan bisa nikmatin hasilnya (?) Rubah cara belajar kita yang asalnya ngebosenin, jadi nyenengin. Yang asalnya useless, jadi usefull. Gimana pun caranya yang penting dapet hasilnya. Misalkan, biasanya kita belajar di rumah sambil nonton TV. Udahlah sekarang mah matiin TV-nya, cari udara segar diluar sambil belajar. Nah enak kan...
  2. Waktu main harus seimbang sama waktu belajar, idih kata siapa? Tetep aja belajar itu harus lebih dominan dari main. Gimana kalau 'bermain sambil belajar'? Bisa dicoba kan
  3. Penyesalan selalu berada di akhir, iya emang. Tapi gimana kalau kita letakkan penyesalan itu di awal? Tapi namanya bukan penyesalan kalau gitu, ya sama aja sih. Jadi, kita harus lebih banyak intropeksi diri. Perbaiki kesalahan-kesalahan kita di masa lalu, lengkapi kekurangan kita juga. Jadi, yang namanya penyesalan, gak akan berani dateng lagi. Contohnya, kita yang dulu leha-leha, jarang ngapalin, ngapalin pas ada ulangan aja. Coba deh kita lebih me-refresh lagi otak kita dengan belajar secara terkontrol dan kondusif.   Dicicil setiap hari, meskipun cuma bentar belajarnya atau materi yang dipelajarinya dikit, dijamin kita ga akan kelabakan pas H-1 exam nanti. Ga percaya? Coba dulu makanya...


Sesuatu yang bernama exam tidak akan menjadi hal yang menakutkan lagi bila kita memang benar-benar siap untuk menjalaninya. Kalau kita tidak siap, itu salah kita sendiri. Jangan menyalahkan orang lain atau keadaan. It's time to work a little harder. Just say : 'I can do it!' and do the best. ^^9






Kamis, 21 Maret 2013

Cerpen : Kasih Sayang Tiada Akhir


 
Oleh Hilda Mega Pratiwi

               
            Annita dan Annisa adalah teman yang sangat akrab. Mereka berdua berteman sejak mereka duduk di bangku kelas 1 SD. Rumah mereka berdekatan, hanya berjarak dua rumah dan sepetak kebun milik ayah Annisa.
            Karena sangat akrab, banyak orang mengira bahwa mereka adalah adik kakak. Bahkan beberapa orang mengira bahwa mereka adalah saudara kembar, karena wajah mereka hampir sama. Hampir setiap hari mereka bertemu. Kalau pun tidak bertemu, mereka pasti berbicara dan berbincang-bincang lewat telepon.
            Annita dan Annisa satu sekolah, bahkan satu kelas. Mereka berdua selalu masuk rangking tiga besar. Jika Annita rangking dua, pasti Annisa rangking satu. Begitu pun sebaliknya. Mereka bersaing namun persahabatan mereka tetap terjaga.
            Liburan sekolah telah tiba. Annita dan keluarganya berencana untuk pergi ke rumah sepupunya di daerah Tanggerang, di daerah sekitar Situ Gintung. Jauh-jauh hari, Annita dan keluarganya telah merencanakan akan pergi ke Anyer, namun sebelumnya, mereka akan menginap di rumah sepupunya selama beberapa hari.
            “Ta, liburan kali ini, kamu mau pergi kemana?” tanya Annisa sambil mencomot pisang goreng buatan ibunya Annita.
            “Aku dan keluargaku mau pergi ke Anyer, tapi sebelumnya, aku mau menginap di rumah sepupuku di daerah Tanggerang, di sekitar Situ Gintung...”  ujar Annita senang.
            “Wah, liburan kamu pasti asyik... Jangan lupa...” ujar Annisa sambil meminum segelas teh manis hangat.
            “Jangan lupa apa?” tanya Annita kebingungan.
            “Oleh-olehnya, Ta...” ujar Annisa penuh harap.
            “Siap... Oh, ya, kamu sendiri mau liburan kemana?” tanya Annita.
            “Aku tidak kemana-mana... Ayah dan ibuku kan Pegawai Negeri Sipil, jadi sepanjang liburan sekolah ayah dan ibuku tidak libur...” ucap Annisa dengan tidak bersemangat.
            “Liburan di rumah juga seru kok... Kamu bisa jadi tukang cuci baju, tukang sapu, tukang bersih-bersih...”
            “Kamu ini...” ujar Annisa sambil mencubit pipi Annita sampai Annita meringis kesakitan.
            “Aw... Eh, sepanjang liburan, kamu tolong siram bunga-bungaku ya... Tolong, Ta... Aku takut bunga-bungaku jadi layu... Mungkin saja aku tak bisa menyiramnya lagi...” ujar Annita dengan penuh harap.
            Deg, Annisa merasa gusar atas perkataan Annita tadi. Berbagai perasaan berkecamuk dalam dirinya. Entah dia harus senang, sedih, bingung atau bagaimana. Kemudian Annisa memutuskan untuk pulang ke rumahnya.
            “Ta, aku pulang dulu ya...” Annisa pamit kepada Annita.
            “Kenapa?” tanya Annita kebingungan.
            “Ehm, kata kamu, liburan kali ini, aku harus jadi tukang bersih-bersih kan... Dan, terima kasih atas pisang goreng dan segelas tes manis hangatnya ya... Dah...” ucap Annisa sambil melambaikan tangan dan pulang ke rumahnya.
            Keesokan harinya, Annita dan keluarganya pamit kepada Annisa dan keluarganya. Deg, jantung Annisa berdegup begitu kencang. Dia bingung, apakah hari ini adalah hari yang terindah atau bahkan sebaliknya.
            “Sa, aku pamit ya. Jangan lupa, siram bunga-bungaku!” ujar Annita.
            Annisa menganggukkan kepalanya dan memberikan sebuah liontin kepada Annita. Di dalam liontin itu ada foto Annisa dan Annita.
            “Terima kasih Sa...” ujar Annita sambil memeluk Annisa dan menitikkan air mata kebahagiaan. Bagitu pun Annisa. Namun, Annisa kembali bingung. Apakah ini air mata kebahagiaan atau bahkan sebaliknya.
            Annita dan keluarganya naik ke mobil. Mobil itu melaju dan hilang ditelan tikungan pertigaan perumahan. Annisa segera masuk ke rumah dan menelepon Annita.
            “Hallo... Ta, hati-hati ya... Semoga kamu selamat sampai tujuan...” ucap Annisa.
            “Iya Sa... Aku akan kabari kamu setelah aku sampai di Tanggerang... OK...” ujar Annita senang.
            Klik... telepon ditutup. Gagang telepon disimpan di tempatnya.
            Keesokan harinya, seperti biasa, Annisa mandi dan segera shalat shubuh. Setelah jam menunjukkan angka 7, Annisa mulai merasa bosan. Lalu dia menghidupkan televisi dan memilih channel yang dia sukai. Namun tak ada acara yang mengasyikkan menurutnya. Ketika dia beralih channel ke acara berita, dia mendengar ada musibah yang menimpa Tanggerang. Tanggul situ Gintung jebol. Annisa ingat bahwa kemarin Annita bilang bahwa dia dan keluarganya akan menginap beberapa hari di rumah sepupunya yang berada di sekitar situ Gintung.
            Annisa memperhatikan sekmen berita kali itu dengan seksama. Tim pencari korban berkata bahwa mereka menemukan sebuah liontin dan ketika kamera mengarah ke liontin itu, betapa kagetnya Annisa. Liontin itu adalah pemberian darinya untuk Annita. Dan Annita beserta keluarganya disebutkan pula dalam daftar korban yang hilang.
            Ternyata, firasat Annisa benar. Hari itu mungkin adalah hari terakhir Annisa bertemu dengan Annita. Air mata itu mungkin bukan air mata bahagia, melainkan sebaliknya.
            “Ayah...Ibu...” teriak Annisa.
            “Ada apa Nisa?” tanya ayahnya.
            “Tanggul situ Gintung jebol Yah, Bu. Annita dan keluarganya ada disana, mereka hilang... Yang ditemukan hanya liontin pemberian Nisa...” ujar Annisa dan air mata kesedihan membasahi pipinya.
            “Coba kamu telepon Annita, mungkin saja mereka belum sampai di Tanggerang...” ibu mencoba memberi solusi.
            Annisa mencoba untuk menghubungi Annita. Namun tak pernah ada jawaban. Perasaan Annisa semakin kacau.
            “Annita, coba saja aku mencegahmu untuk tidak pergi ke Tanggerang. Tapi musibah itu datang secara tiba-tiba... Ternyata firasatku benar... Annita, aku sayang padamu... Apakah kita masih bisa bersama sampai kita dewasa nanti? Aku tak tau...” ucap Annisa lirih.

***

Cianjur, 22 Maret 2010

Contoh Poster Lingkungan Hidup


Puisi : Untukmu Disana



Buah Pena : Hilda Mega Pratiwi

Kuberikan kasih setulus hatiku
Kuberikan cinta sepenuh jiwa
Kutuliskan kisah antara kau dan aku
Dengan tinta pilu nan penuh jelaga

Kuberikan sejuta senyum untukmu
Apakah itu masih tak berarti di matamu?
Ku berikan sejuta kasih sayang semampuku
Namun kau hanya beri setitik kasih untukku

Bagiku itu berharga
Meski kau anggap itu bukan apa-apa
Senyummu adalah hal terindah yang kurasa
Tawamu adalah suara-suara bahagia

Cinta kasihku padamu
Adalah sebuah pengorbanan
Ku kan selalu mencurahkan segala cintaku padamu
Karena cinta tak akan pernah mengharapkan imbalan

Cinta setulus jiwa
Selembut raga
Seharum bunga
Kan kupersembahkan untukmu disana

Puisi : Kau Lebih Dari Indah



Buah Pena : Hilda Mega Pratiwi

Matamu bersinar terang
Terbang menuju sumber cahaya
Hatiku tiba-tiba melayang
Menuju mimpi-mimpi indah tak terduga

Senyumanmu adalah senyumanku
Tawamu adalah tawaku
Duniamu adalah duniaku
Namun ternyata semua semu

Tak pernah ku berhenti mencintaimu
Hatiku selalu menemanimu
Di sisimu aku berdiam diri
Berharap kau hadir di dalam sepi ini

Namun kau selalu anggap aku batu
Aku bisu di dekatmu
Kau kini kau telah bersama pujaan hatimu
Dan hati ini merasakan cemburu

Aku akan selalu mencintaimu
Tanpa kenal letih dan lelah
Saat ku tatap mata indahmu
Ku tahu kau lebih dari indah


Based on the true story,
28 Mei 2011