Minggu, 27 Oktober 2013
Kamis, 13 Juni 2013
Exam? Who's afraid
Exam. Please, be nice.
Um, agak miris juga ya. Search di google tentang 'exam' atau ulangan, yang keluar kebanyakan cuma keluhan dan sejenisnya. Tapi, emang pada faktanya, entah hasil dari penelitian siapapun, ulangan/ujian/tes/sejenisnya itu nampaknya bikin pelajar takut aja. Takut? Takut kenapa, hayoo? Takut nilainya jelek lah, takut ga lulus, remedial dan semacamnya. Segalanya ditakutkan. Padahal, ditinjau dari kacamata pelajar budiman, exam itu berguna banget buat ngecek kemampuan kita atas segala yang udah kita pelajari di sekolah. Tapi yang paling bikin hati pelajar itu sakit adalah ketika hasil dari proses belajar kita yang lama dan bertahap hanya dinilai dari exam yang cuman beberapa hari aja. Contoh : Ujian Nasional. Nah lho miris kan. Maka dari itu sebagai pelajar yang belum budiman, ya wajar lah kalau ada kata 'ngeluh' disela-sela exam. Hehe.
Tapi, jangan membuat 'ngeluh' itu menjadi hal yang dominan di dalam hidup kita sebagai pelajar. Ayooo, kita kurangi ngeluh pas exam. Caranya? Banyak. Cuman kitanya aja kali ya yang rada males ngelakuinnya. Nih caranya :
- Revolusi/Evolusi belajar. Kalau bisa 'revolusi' atau berubah secara cepat, itu lebih bagus. Tapi 'evolusi' juga gapapa sih, meskipun perlahan tapi yang penting bisa berubah ke arah yang lebih baik lagi. Perlahan di sini maksudnya ya ga lambat-lambat amat, kalau terlalu lambat kapan bisa nikmatin hasilnya (?) Rubah cara belajar kita yang asalnya ngebosenin, jadi nyenengin. Yang asalnya useless, jadi usefull. Gimana pun caranya yang penting dapet hasilnya. Misalkan, biasanya kita belajar di rumah sambil nonton TV. Udahlah sekarang mah matiin TV-nya, cari udara segar diluar sambil belajar. Nah enak kan...
- Waktu main harus seimbang sama waktu belajar, idih kata siapa? Tetep aja belajar itu harus lebih dominan dari main. Gimana kalau 'bermain sambil belajar'? Bisa dicoba kan
- Penyesalan selalu berada di akhir, iya emang. Tapi gimana kalau kita letakkan penyesalan itu di awal? Tapi namanya bukan penyesalan kalau gitu, ya sama aja sih. Jadi, kita harus lebih banyak intropeksi diri. Perbaiki kesalahan-kesalahan kita di masa lalu, lengkapi kekurangan kita juga. Jadi, yang namanya penyesalan, gak akan berani dateng lagi. Contohnya, kita yang dulu leha-leha, jarang ngapalin, ngapalin pas ada ulangan aja. Coba deh kita lebih me-refresh lagi otak kita dengan belajar secara terkontrol dan kondusif. Dicicil setiap hari, meskipun cuma bentar belajarnya atau materi yang dipelajarinya dikit, dijamin kita ga akan kelabakan pas H-1 exam nanti. Ga percaya? Coba dulu makanya...
Sesuatu yang bernama exam tidak akan menjadi hal yang menakutkan lagi bila kita memang benar-benar siap untuk menjalaninya. Kalau kita tidak siap, itu salah kita sendiri. Jangan menyalahkan orang lain atau keadaan. It's time to work a little harder. Just say : 'I can do it!' and do the best. ^^9
Kamis, 21 Maret 2013
Cerpen : Kasih Sayang Tiada Akhir
Oleh Hilda Mega
Pratiwi
Annita dan Annisa adalah teman yang
sangat akrab. Mereka berdua berteman sejak mereka duduk di bangku kelas 1 SD.
Rumah mereka berdekatan, hanya berjarak dua rumah dan sepetak kebun milik ayah
Annisa.
Karena sangat akrab, banyak orang
mengira bahwa mereka adalah adik kakak. Bahkan beberapa orang mengira bahwa
mereka adalah saudara kembar, karena wajah mereka hampir sama. Hampir setiap
hari mereka bertemu. Kalau pun tidak bertemu, mereka pasti berbicara dan
berbincang-bincang lewat telepon.
Annita dan Annisa satu sekolah,
bahkan satu kelas. Mereka berdua selalu masuk rangking tiga besar. Jika Annita
rangking dua, pasti Annisa rangking satu. Begitu pun sebaliknya. Mereka
bersaing namun persahabatan mereka tetap terjaga.
Liburan sekolah telah tiba. Annita
dan keluarganya berencana untuk pergi ke rumah sepupunya di daerah Tanggerang,
di daerah sekitar Situ Gintung. Jauh-jauh hari, Annita dan keluarganya telah
merencanakan akan pergi ke Anyer, namun sebelumnya, mereka akan menginap di
rumah sepupunya selama beberapa hari.
“Ta, liburan kali ini, kamu mau
pergi kemana?” tanya Annisa sambil mencomot pisang goreng buatan ibunya Annita.
“Aku dan keluargaku mau pergi ke
Anyer, tapi sebelumnya, aku mau menginap di rumah sepupuku di daerah Tanggerang,
di sekitar Situ Gintung...” ujar Annita
senang.
“Wah, liburan kamu pasti asyik...
Jangan lupa...” ujar Annisa sambil meminum segelas teh manis hangat.
“Jangan lupa apa?” tanya Annita
kebingungan.
“Oleh-olehnya, Ta...” ujar Annisa
penuh harap.
“Siap... Oh, ya, kamu sendiri mau
liburan kemana?” tanya Annita.
“Aku tidak kemana-mana... Ayah dan
ibuku kan Pegawai Negeri Sipil, jadi sepanjang liburan sekolah ayah dan ibuku
tidak libur...” ucap Annisa dengan tidak bersemangat.
“Liburan di rumah juga seru kok...
Kamu bisa jadi tukang cuci baju, tukang sapu, tukang bersih-bersih...”
“Kamu ini...” ujar Annisa sambil
mencubit pipi Annita sampai Annita meringis kesakitan.
“Aw... Eh, sepanjang liburan, kamu
tolong siram bunga-bungaku ya... Tolong, Ta... Aku takut bunga-bungaku jadi
layu... Mungkin saja aku tak bisa menyiramnya lagi...” ujar Annita dengan penuh
harap.
Deg, Annisa merasa gusar atas
perkataan Annita tadi. Berbagai perasaan berkecamuk dalam dirinya. Entah dia harus
senang, sedih, bingung atau bagaimana. Kemudian Annisa memutuskan untuk pulang
ke rumahnya.
“Ta, aku pulang dulu ya...” Annisa
pamit kepada Annita.
“Kenapa?” tanya Annita kebingungan.
“Ehm, kata kamu, liburan kali ini,
aku harus jadi tukang bersih-bersih kan... Dan, terima kasih atas pisang goreng
dan segelas tes manis hangatnya ya... Dah...” ucap Annisa sambil melambaikan
tangan dan pulang ke rumahnya.
Keesokan harinya, Annita dan
keluarganya pamit kepada Annisa dan keluarganya. Deg, jantung Annisa berdegup
begitu kencang. Dia bingung, apakah hari ini adalah hari yang terindah atau
bahkan sebaliknya.
“Sa, aku pamit ya. Jangan lupa,
siram bunga-bungaku!” ujar Annita.
Annisa menganggukkan kepalanya dan
memberikan sebuah liontin kepada Annita. Di dalam liontin itu ada foto Annisa
dan Annita.
“Terima kasih Sa...” ujar Annita
sambil memeluk Annisa dan menitikkan air mata kebahagiaan. Bagitu pun Annisa.
Namun, Annisa kembali bingung. Apakah ini air mata kebahagiaan atau bahkan
sebaliknya.
Annita dan keluarganya naik ke
mobil. Mobil itu melaju dan hilang ditelan tikungan pertigaan perumahan. Annisa
segera masuk ke rumah dan menelepon Annita.
“Hallo... Ta, hati-hati ya... Semoga
kamu selamat sampai tujuan...” ucap Annisa.
“Iya Sa... Aku akan kabari kamu
setelah aku sampai di Tanggerang... OK...” ujar Annita senang.
Klik... telepon ditutup. Gagang
telepon disimpan di tempatnya.
Keesokan harinya, seperti biasa,
Annisa mandi dan segera shalat shubuh. Setelah jam menunjukkan angka 7, Annisa
mulai merasa bosan. Lalu dia menghidupkan televisi dan memilih channel yang dia
sukai. Namun tak ada acara yang mengasyikkan menurutnya. Ketika dia beralih
channel ke acara berita, dia mendengar ada musibah yang menimpa Tanggerang.
Tanggul situ Gintung jebol. Annisa ingat bahwa kemarin Annita bilang bahwa dia
dan keluarganya akan menginap beberapa hari di rumah sepupunya yang berada di
sekitar situ Gintung.
Annisa memperhatikan sekmen berita kali
itu dengan seksama. Tim pencari korban berkata bahwa mereka menemukan sebuah
liontin dan ketika kamera mengarah ke liontin itu, betapa kagetnya Annisa.
Liontin itu adalah pemberian darinya untuk Annita. Dan Annita beserta
keluarganya disebutkan pula dalam daftar korban yang hilang.
Ternyata, firasat Annisa benar. Hari
itu mungkin adalah hari terakhir Annisa bertemu dengan Annita. Air mata itu mungkin
bukan air mata bahagia, melainkan sebaliknya.
“Ayah...Ibu...” teriak Annisa.
“Ada apa Nisa?” tanya ayahnya.
“Tanggul situ Gintung jebol Yah, Bu.
Annita dan keluarganya ada disana, mereka hilang... Yang ditemukan hanya
liontin pemberian Nisa...” ujar Annisa dan air mata kesedihan membasahi pipinya.
“Coba kamu telepon Annita, mungkin
saja mereka belum sampai di Tanggerang...” ibu mencoba memberi solusi.
Annisa mencoba untuk menghubungi
Annita. Namun tak pernah ada jawaban. Perasaan Annisa semakin kacau.
“Annita, coba saja aku mencegahmu
untuk tidak pergi ke Tanggerang. Tapi musibah itu datang secara tiba-tiba...
Ternyata firasatku benar... Annita, aku sayang padamu... Apakah kita masih bisa
bersama sampai kita dewasa nanti? Aku tak tau...” ucap Annisa lirih.
***
Cianjur, 22 Maret 2010
Puisi : Untukmu Disana
Buah Pena :
Hilda Mega Pratiwi
Kuberikan kasih setulus hatiku
Kuberikan cinta sepenuh jiwa
Kutuliskan kisah antara kau dan aku
Dengan tinta pilu nan penuh jelaga
Kuberikan sejuta senyum untukmu
Apakah itu masih tak berarti di matamu?
Ku berikan sejuta kasih sayang semampuku
Namun kau hanya beri setitik kasih untukku
Bagiku itu berharga
Meski kau anggap itu bukan apa-apa
Senyummu adalah hal terindah yang kurasa
Tawamu adalah suara-suara bahagia
Cinta kasihku padamu
Adalah sebuah pengorbanan
Ku kan selalu mencurahkan segala cintaku padamu
Karena cinta tak akan pernah mengharapkan imbalan
Cinta setulus jiwa
Selembut raga
Seharum bunga
Kan kupersembahkan untukmu disana
Puisi : Kau Lebih Dari Indah
Buah Pena :
Hilda Mega Pratiwi
Matamu bersinar terang
Terbang menuju sumber cahaya
Hatiku tiba-tiba melayang
Menuju mimpi-mimpi indah tak terduga
Senyumanmu adalah senyumanku
Tawamu adalah tawaku
Duniamu adalah duniaku
Namun ternyata semua semu
Tak pernah ku berhenti mencintaimu
Hatiku selalu menemanimu
Di sisimu aku berdiam diri
Berharap kau hadir di dalam sepi ini
Namun kau selalu anggap aku batu
Aku bisu di dekatmu
Kau kini kau telah bersama pujaan hatimu
Dan hati ini merasakan cemburu
Aku akan selalu mencintaimu
Tanpa kenal letih dan lelah
Saat ku tatap mata indahmu
Ku tahu kau lebih dari indah
Based on the true story,
28 Mei 2011
Puisi : Dunia Oh Dunia
Buah Pena :
Hilda Mega Pratiwi
Hatiku bergetar
Kepalaku terasa memar
Ku terbentur dalam globalisasi dunia
Bagai terjatuh ke dalam dasar jurang nyata
Melayang
Aku terbang
Dunia hampa
Bagiku terasa
Namun ternyata
Dunia menggila
Bergoyang mengikuti irama
Nafsu para manusia
Hentakan irama dunia
Membuat kepalaku seakan beradu
Semakin lama semakin terasa
Oh, bibir terdiam membisu dan lidah menjadi kelu
Dunia oh Dunia
Berhentilah tertawa
Berdiamlah sejenak
Aku ingin tidur nyenyak
Dunia oh Dunia
Tidurlah dalam sepimu
Berhenti menggila
Berdiamlah di alam bawah sadarmu
Duniaku yang tercinta
Bisakah kau hentikan mereka ?
Mereka yang terbuai arus globalisasi dunia
Terjatuh di dalam jurang yang merupakan surga bagi mereka
Oh, tidak!!!!!!!
Mataku terbuka tiba-tiba
Hidupku kembali ke asalnya
Inilah peradaban yang sebenarnya
Hidup tenang aman damai bersuka cita
Kubuka jendela
Terhampar luas permadani pasir coklat muda
Perlahan angin meniupnya
Inilah dunia yang kuminta!
Di buat di malam yang sepi, saat aku menanti seseorang
kembali
26 Mei 2011
Puisi : Mencintaimu Seutuhnya
Buah Pena :
Hilda Mega Pratiwi
Adakah setitik cinta di hatimu ?
Adakah setitik rindu di benakmu ?
Adakah setitik harap dalam pikirmu ?
Oh, ternyata semua semu
Cinta adalah ketulusan hati
Senantiasa kau beri
Terikat dalam manisnya janji
Terukir dalam hati
Berilah aku cinta
Meski hanya setitik angan nyata
Berilah aku meski hanya setitik debu
Jangan biarkan itu hanya menjadi angin berlalu
Berilah aku cinta
Setulus kau bisa
Setulus kau mampu
Setulus kau mau
Berilah aku harapan nyata
Bukan aku mengemis cinta
Bukan aku memaksamu
Tapi aku hanya ingin seutuhnya dicintaimu!
Langganan:
Postingan (Atom)